Rabu, 14 November 2007

Vonis Bebas Adelin Lis: Dagelan Berbuah Penistaan


Adelin Lis bebas. Buat banyak pihak, keputusan Pengadilan Negeri Medan Senin, (5/11), benar-benar mengejutkan. Maklum, kalau melihat tuduhan yang diajukan polisi tidak tanggung-tanggung. Pemilik HPH PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI) ini telah melakukan illegal logging dan korupsi dengan kerugian negara Rp200 triliun lebih. Jadi, jangankan bebas, dihukum 1-2 tahun saja bisa dianggap “ada apa-apa”.
Tapi, jika mau berpikir dan membaca dengan teliti kasus ini dari awal, putusan bebas majelis hakim yang dipimpin H. Arwan Byrin, SH, MH itu malah sudah bisa ditebak. Ibarat peluru hampa, dia hanya menyalak tanpa ada proyektil. Kosong. Hanya ramai di publisitas, yang menciptakan citra positif penegakan hukum, tapi meninggalkan bom waktu penistaan bagi korps baju hitam.
Apalagi setelah melihat dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Meski dibidik dengan undang-undang kelas berat, namun dakwaan seolah tidak melihat esensi persoalan. Adelin Lis dianggap bersalah dan secara dakwaan primer dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan dakwaan primer kedua, Adelin Lis dianggap bersalah dan dituduh melanggar Pasal 50 ayat (2) jo. Pasal 78 UU Nomor 41 Tahun 1999 jo. UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.
Terbukti di dalam persidangan Majelis Hakim PN Medan akhirnya menyatakan Adelin Lis tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan negara karena tidak menggunakan keuangan negara dalam melakukan penebangan kayu di Kabupaten Madina. Selain itu, Adelin Lis juga telah membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Majelis hakim juga menyatakan, terdakwa tidak terbukti melakukan pembalakan liar karena memiliki izin resmi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 805 Tahun 1999. Adelin Lin memang pemegang izin HPH KNDI seluas 58.590 hektare (ha) di kelompok hutan Sungai Singkuang-Sungai Natal, Provinsi Sumatera Utara.
Sementara hasil penelitian dari saksi ahli yang menyatakan adanya kerusakan tanah di lokasi PT KNDI dinyatakan meragukan karena penelitiannya hanya dilakukan selama satu hari.
Dari hasil itu semua, Majelis Hakim PN Medan akhirnya membebaskan Adelin Lis dari jerat tuntutan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara. Adelin Lis dinyatakan bebas dari semua dakwaan.
Periksa penegak hukum
Oleh karena itu, di luar ribut-ribut pemberitaan -- termasuk upaya polisi memasukkan Adelin dalam daftar pencarian orang (DPO) untuk kasus pencucian uang serta upaya eksaminasi kejaksaan dan pelaporan majelis hakim ke Komisi Yudisial -- tak sedikit yang malah menilai masalah ini hanya dagelan konyol.
Simak saja komentar anggota Komisi IV DPR (F-PDIP), Ganjar Pranowo. Dia malah menilai masyarakat tak perlu terkejut dengan keputusan majelis hakim. Pasalnya, banyak keganjilan yang diperlihatkan selama proses peradilan. “Saya tak terkejut dengan keputusan itu. Keputusan tersebut sudah saya prediksi sejak awal,” katanya.
Beberapa keganjilan yang dipaparkan politisi PDI Perjuangan itu misalnya soal bukti belum dibayarnya DR dan PSDH oleh Adelin Lis. Faktanya, Adelin justru rutin membayar kewajiban itu kepada negara. “Yang jadi pertanyaan, kenapa penegak hukum justru menyerahkan bukti yang lemah?” katanya.
Dia juga mempertanyakan dihadirkannya saksi ahli yang justru tidak memahami perhitungan kerugian kerusakan lingkungan. Bukannya menghadirkan ahli lingkungan, saksi ahli yang dihadirkan justru ahli kebakaran hutan. Padahal, Adelin Lis dituduh telah membuat negara merugi ratusan triliun rupiah. “Kenapa saksi ahli yang dihadirkan adalah ahli kebakaran hutan? Ini tentu saja patut dipertanyakan,” katanya.
Ganjar juga melihat, upaya para penegak hukum kembali menjerat Adelin Lis lewat dakwaan pencucian uang (money laundeering) juga takkan membuahkan hasil. “Itu hanya upaya untuk mencari-cari celah. Kalau dakwaan pokoknya saja tidak terbukti, bagaimana mau menjerat dengan pencucian uang?” katanya.
Ganjar menegaskan, kasus ini sudah jadi perhatian publik. Oleh sebab itu, pihak penegak hukum harus benar-benar bisa membuktikan semua tuduhan yang dialamatkan kepada Adelin Lis. Termasuk dengan cara kasasi ke Mahkamah Agung. “Jika di tingkat kasasi tuduhan kembali tidak terbukti, semakin jelas kalau semua ini cuma dagelan. Kalau sudah begini, maka penegak hukumlah yang seharusnya diperiksa,” katanya.
Sikap senada juga datang dari pengamat kehutanan yang juga Ketua Dewan Kehutanan Nasional (DKN), Hariadi Kartodihardjo. Menurut dia, kalau melihat dakwaan yang diajukan kepada Adelin Lis dalam persidangan, tak perlu heran jika akhirnya Adelin Lis dibebaskan. “Tuntutannya aneh-aneh begitu,” katanya.
Hariadi menyatakan, jika berkaca pada tuntutan yang dialamatkan, maka yang salah dalam proses persidangan Adelin Lis adalah tuntutan yang dialamatkan kepadanya. “Sayangnya yang berkembang di masyarakat bukan seperti itu. Nyatanya, Adelin Lis bebas karena tuntutannya aneh-aneh,” katanya. Sugiharto



Yang Ilegal Malah tak Pernah Ditangkap
Berani karena benar. Prinsip ini yang rupanya dipegang oleh Menteri Kehutanan MS Kaban. Meski dihujani kecaman dalam kasus Adelin Lis, Kaban bergeming. Terutama terkait surat yang dilayangkan kepada kantor pengacara Hotman Paris Hutapea, sebagai kuasa hukum Adelin Lis.
Tak sedikit yang menganggap itu adalah “surat sakti” Kaban untuk mengintervensi proses peradilan Adelin Lis dengan dakwaan melakukan pembalakan liar. Namun, Kaban tetap cool. Surat itu, katanya, hanya surat keterangan biasa. Dalam surat tersebut disebutkan kalau Adelin Lis adalah pemegang izin resmi pengelolaan hutan yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.805/KPTS-IV/1999 tentang pembaharuan Hak Pengusahaan Hutan PT Keang Nam Development Indonesia di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara yang diterbitkan 30 September 1999.
Berikut petikan wawancara dengan Menhut MS Kaban:
Anda dianggap melakukan intervensi dalam persidangan kasus Adelin Lis karena mengirim surat kepada kuasa hukumnya?
Saya tegaskan, surat itu bukanlah surat sakti. Itu hanya surat biasa. Surat yang saya kirim hanya menjawab pertanyaan yang diajukan kuasa hukum Adelin Lis. Saya jawab, kalau Adelin Lis adalah pemegang izin resmi yang diterbitkan oleh pemerintah. Itu saja. Jadi, surat itu harus dilihat secara proporsional. Sebagai menteri kehutanan, wajar jika saya memberikan jawaban tersebut. Karena nyatanya Adelin Lis memang memegang izin yang dikeluarkan pemerintah.
Tapi, surat itu dianggap mengintervensi keputusan pengadilan?
Tidak ada yang bisa mengintervensi peradilan. Lagi pula surat itu tidak ditujukan kepada pengadilan.
Lalu bagaimana soal vonis bebas terhadap Adelin Lis?
Begini. Sebanyak 85%-90% kasus illegal logging atau pembalakan liar divonis bebas oleh pengadilan karena kebanyakan adalah perusahaan yang memang telah memiliki izin. Oleh karena itu, dalam penegakan operasi illegal logging kalau kita tidak mau kecewa harus konsisten terhadap instruksi presiden, yaitu konsisten pada yang bekerja di kawasan yang ilegal.
Yang juga harus diingat, kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian usaha bagi perusahaan yang telah memiliki izin resmi. Jika pengusaha selalu ditekan tentu tidak akan berkembang.
Langkah apa sebenarnya yang dilakukan Departemen Kehutanan soal pembalakan liar?
Yang jelas, kita tak pernah kompromi dengan pembalakan liar. Hal ini sudah sejak awal saya tegaskan. Soal pelaku-pelaku pembalakan liar, Dephut sudah memiliki daftar pelaku yang terlibat. Dan karena konsisten terhadap Inpres No.4/2005 (tentang pemberantasan pembalakan liar), karena itu percepatan pemberantasan illegal logging dilakukan di kawasan yang tidak mempunyai izin. Sayangnya, nama-nama itu justru tak pernah ditangkap bahkan diadili. Yang ada justru para pemegang izin yang yang selalu diincar. Jadi kalau punya izin, ya risiko seperti sekarang ini (banyak divonis bebas, Red.). Sugiharto

Tidak ada komentar: