Selasa, 13 November 2007

Hutan Lindung di Malinau Jual Karbon

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau, Kaltim terus melakukan terobosan baru. Setelah meluncurkan Deklarasi Malinau sebagai Kabupaten Konservasi 5 Juli 2005 lalu, kini Pemkab itu melakukan terobosan dengan mendedikasikan kawasan hutan lindung seluas 325.041,6 hektare pada Global Eco Rescue (GER) Ltd untuk pemanfaatan jasa lingkungan melalui Perdagangan Karbon Sukarela (PKS) alias Voluntary Carbon Market (VCM)
Untuk merealisasikannya, Pemkab Malinau bersama GER tengah menginisiasi kerjasama proyek percontohan (pilot project) itu di tiga hutan lindung: Pasilan Tabah Sungai Sembakung, Long Ketrok dan Gunung Laung Gunung Belayan.
Bupati Malinau periode 2006-2011, Marthin Billa, yakin langkah ini akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi anak cucu masyarakat Malinau. “Kami sangat menyadari, sebagai daerah otonom yang berhak dan berwenang mengelola hutan-hutan lindung di dalam wilayah hukumnya harus memelihara lingkungannya demi kelanjutan dan peningkatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan ekonomi rakyat dan perlindungan jangka panjang terhadap warisan alam Indonesia,” ujarnya.
Marthin menyadari Kabupaten Mali-nau miskin di sektor jasa dan perdagangan ketimbang daerah lainnya. Namun kaya akan keanekaragaman hayati yang merupakan bagian dari Borneo's vast tropical wilderness. Wilayahnya itu didominasi dataran tinggi dan hulu-hulu sungai besar di Kalimantan Timur. Di sana, sebagian besar berupa hutan primer dari berbagai strata dan tipe. Masyarakatnya kebanyakan bergantung pada hutan. Dengan adat istiadat dan budayanya unik.
Kendati demikian, kabupaten yang berada di pedalaman hutan belantara dan minus akses langsung ke daerah pengem-bangan itu bukan berarti jauh dari sentuhan pembangunan. Justru dengan potensinya itu merupakan modal inovasi tanpa memba-hayakan lingkungan dan mengorbankan kepentingan masyarakat yang bergantung pada hutan.
Kebetulan skema PKS cocok dengan komitmen Marthin karena akan mengha-silkan pendapatan untuk pengelolaan hutan lindung di Malinau. “Global Eco Rescue menyediakan 1 Euro perhektar pertahun sebagai dana pendukung untuk meningkat-kan kualitas pengelolaan hutan percontohan. Dana yang diberikan cuma-cuma ini bukan bagian dari penjualan reduksi karbon,” ungkap Marthin.
Berarti jika kurs 1 Euro Rp13.000 maka Kabupaten Malinau sedikitnya bakal menerima Rp4,225 miliar pertahun. Marthin yang pernah dianugrahi Otonomi Award dan Kehati Award 2006 serta Kalpataru kategori Pembina Lingkungan Hidup 2007 ini menjamin duit sebanyak itu akan diterima langsung rakyat Malinau lewat badan yang dibentuk masyarakat itu sendiri.
“Melalui Gerakan Pembangunan Desa Mandiri (Gerbang Dema). Masyarakat akan dilibatkan dengan berbagai aktivitas unggulan di setiap kecamatan. Mungkin itu perkebunan, perikanan atau peternakan. Yang pasti, aktivitasnya di luar kawasan hutan percontohan,” paparnya saat kon-ferensi pers tentang Perjanjian Proyek Percontohan Pemkab Malinau dan GER Ltd Melalui VCM pekan lalu di Jakarta.
Selama ini, urusan pengelolaan hutan konservasi jadi beban pemerintah. Semen-tara hutan lindung yang dikelola Pemkab dan provinsi, kebanyakan dibiarkan begitu saja dan belum dimanfaatkan secara optimal. Atau justru perdagangan sumber daya hutan yang fokusnya hanya pada kayu yang mendorong pembabatan hutan. Akibatnya, Indonesia dicap negeri terbesar ketiga pe-nyumbang Gas Rumah Kaca (GRK), biang memanasnya suhu global dan perubahan iklim.
Namun PKS jelas beda karena komoditasnya yakni kemampuan hutan dalam menyerap karbon dioksida (CO2). Sudah begitu, menghasilkan fulus guna memperbaiki pengelolaannya.
“Dengan keikutsertaan pengusahaan hutan dalam skema VCM akan mening-katkan penghasilan bisnis pengusahaan hutan yang dapat dipakai untuk memperbaiki kinerja Pemkab Malinau menuju penge-lolaan hutan lestari,” kata Direktur PT GER Indonesia, Laode M. Kamaluddin.
Seperti diketahui, kerjasama itu diinisiasi lembaga nirlaba, Borneo Tropical Rainforest Foundation (BTRF) yang melihat potensi hutan Malinau. Kerjasama tersebut tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Pemkab Malinau, GER dan BTRF untuk melestarikan hutan Malinau melalui VCM.
Lewat VCM, karbon kredit bisa diper-oleh. Lain dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean Development Mechanism (CDM) produk Protokol Kyoto yang njelimet. Sebaliknya, PKS sesuai namanya berdasarkan kerelaan, fleksibel dan terbuka untuk semua organisasi. Fenny

Tidak ada komentar: